Saturday, November 15, 2014

That's Life

One of the version of this song that I love, love, love..



"That's Life" 

*Smash version


That's life, that's what people say.
You're riding high in April,
Shot down in May
But I know I'm gonna change that tune,
When I'm back, back on top in June.

That's life, funny as it may seem
Some people get their kicks,
Steppin' on a dream (Ivy)
But I just can't let them get me down, oh no..
'Cause this big ol' world keeps spinning around

I've been a puppet, a pauper, a pirate,
A poet, a pawn and a queen.
I've been up and down and over and out
oh, the drama I've seen:
Each time I find myself, flat on my face,
I pick myself up and get back in the race.

That's life
I can't deny it,
I thought of quitting,
But my friends just won't buy it.
And if I thought it wasn't worth the try,
I just jump right on a big bird and then I'd fly

I've been a puppet, a pauper, a pirate,
A poet, a pawn and a queen.
I've been up and down and over and out
oh the trouble we've seen:
Each time we find ourself flat on our face,
we pick ourself up and get back in the race

That's life
That's life, I can't deny it
I thought of quitting
But Eileen just won't buy it
So sister, brother, Broadway star, or wife..(sure)
I just thank God for the present, the present..
That's life, that's life...That's life, that's life

Thursday, November 6, 2014

Hipster...

Apa pun artinya itu..
Jadi nyoba tanya Google, hasil pertama begini:
hip·ster1
ˈhipstər/
noun
informal
noun: hipster; plural noun: hipsters
  1. a person who follows the latest trends and fashions, especially those regarded as being outside the cultural mainstream.
Highlight: follows the latest trends - outside the cultural mainstream.
Ngikutin tren tapi bukan yang mainstream.
Aku bingung.
Setauku namanya tren karena ya banyak yang mengikuti. Seperti apa yang namanya tren tapi gak mainstream?
Pengalaman kerja di industri kosmetik yang mewah ternyata gak menolong buat mengerti, haha.

Lalu liat lagi definisi berikut yang sebenernya malah bergerak lain sama sekali dari penjelasan yang pertama:
Hipsters are a subculture of men and women typically in their 20's and 30's that value independent thinking, counter-culture, progressive politics, an appreciation of art and indie-rock, creativity, intelligence, and witty banter.
 Lalu dari Wikipedia yang nampaknya paling pas ya neranginnya:

The term in its current usage first appeared in the 1990s and became particularly prominent in the 2010s,[9] being derived from the term used to describe earlier movements in the 1940s.[10] Members of the subculture do not self-identify as hipsters, and the word hipster is often used as a pejorative to describe someone who is pretentious,[11] overly trendy or effete.[7][12] Some analysts contend that the notion of the contemporary hipster is actually a myth created by marketing.[13]
Nah di kehidupan maya dan nyata, sekilas mengamati, orang yang menyatakan dirinya hipster nampak berusaha tidak seperti orang lain. Lalu malah berakhir jadi seperti kebanyakan orang karena..yah well, hipster lagi tren, hahaha.
Justru orang-orang yang witty, different (orang-orang yang saya lihat paling pantas digolongkan sebagai hipster) jarang menyatakan dirinya hipster. Bahkan geli melihat orang yang menyatakan dirinya sendiri hipster. 
Oh what am I blabbing.
Postingan ini muncul karena baca beberapa blog dan web dan ask.fm dan twit orang-orang yang bikin aku kagum. Pemikiran mereka bukan sesuatu yang tidak terlintas di benak saya sendiri namun, mereka cerdas sekali merangkai kata dan menjelaskan. Selalu menyenangkan mengikuti sepak terjang mereka. *brb browsing lagi

Wednesday, November 5, 2014

A Walk Down Memory Lane (2)

Masih terkait dengan diari dan surat-surat jaman baheula yang kuceritain kutemuin di sini.
Aku rada fokus baca ke surat-surat sahabatku yang paling tinggi frekuensi menulisnya. Oh dan surat-surat dari para lelaki yang nampaknya menaruh hati...but more on that later *nyengir

Seperti niatku kemarin di postingan soal ini, aku lalu mulai nulis email ke salah satu sahabatku. Bahas masa lalu.
Responsnya cepet, dia reply. Demikian beberapa kali sampai kami terhenti karena dunia juga bukan buat nostalgia saja, hehehe.
Kegiatan ini membuatku terkenang pada beberapa orang yang kemudian mendorongku untuk membuat akun pesbuk. Apalagi kalau bukan supaya bisa mencari dan mengirim pesan pada orang-orang yang sudah lama hilang kontak. Aku sudah beberapa tahun tidak punya pesbuk. Banyak alasan sih kenapa, mungkin terutama karena gerah ruang pribadi jadi terbatas. Tau sendiri kan, sungkan loh rasanya menolak permintaan teman dari orang yang sebenarnya tidak terlalu kita suka. Lebih mudah deactivate sekalian.
Nah, karena banyak orang yang sempat jadi bagian penting dari hidupku ini hadir waktu handphone masih langka dan socmed belum ditemukan, pesbuk adalah tempat baik untuk melacak mereka kembali. Terutama jika mereka sudah tidak tinggal di Indonesia lagi. Orang yang berjasa cukup besar di masa mahasiswaku yang penuh drama.
Mengenang dan mengingat masa lalu, tersadar kalau banyak lho ternyata yang dulu adalah orang penting sekali, sekarang jadi nobody buatku. Padahal mereka banyak berjasa. Aku gak bakal jadi seorang yang kayak sekarang tanpa mereka. Life happens.
Tapi seharusnya tidak demikian ya? Sedih rasanya berpikir kalau sesuatu yang baik dan berarti, selesai begitu aja.

“When people walk away from you, let them go. Your destiny is never tied to anyone who leaves you, and it doesn't mean they are bad people. It just means that their part in your story is over.”


Tony McCollum
Baca ini pengen gak setuju. Yes, we grew apart. Doesn't mean we can't rekindled our relationship. Specially in this era where connect with each other via internet is super duper easy. 
Tapi kemudian memang ada kenangan yang lebih indah waktu dikenang.
Kalau dihidupkan kembali malah bikin jadi kecewa.
Manusia berubah. Suka atau tidak.
Mungkin itulah mengapa, ada orang yang tetap jadi bagian hidup kita, dan ada yang pelan-pelan outgrow from our life.
Jadi...milih kali ya, mana yang dicari dan mana yang nggak. Atau ekspektasinya direndahin supaya gak kecewa :) Atau kalau gak ingin 'ngotorin' kenangan, well...biarin aja berenti jadi kenangan kali ya?

Tuesday, November 4, 2014

A Walk Down Memory Lane (1)

Kemarin akhirnya gak tahan liat gunungan buku dan kotak dan..oh entah apalagi di atas meja rumah. Mulailah semua barang tidak jelas itu diturunkan dari meja untuk kemudian dipilah-pilah.
Mana yang harus ditaruh dalam kotak dan disimpan, mana yang harus dibuang, mana yang harus disisihkan untuk dimintakan persetujuan Abun akan dibuang atau disimpan.

Setengah jam pertama masih lancar jaya.

Sampai pada dua kotak sepatu yang awal tahun kemarin aku angkut dari rumah orang tua.
Isinya surat-surat (yep, internet belum ada waktu itu) sejak aku pindah dari kota kelahiranku.
Surat-surat yang jadi pelepas rindu dan penahan depresi karena 'dipaksa' pindah padahal aku sedang cinta-cintanya pada sekolah.
Sejak kecil aku suka sekolah.
Amat sangat.
Nampaknya alasan utama kesukaanku sekolah itu: teman-teman sekolah. Kebayang kan, lagi hot-hotnya sekolah, mulai puber dan mulai naksir-naksiran, udah punya geng sendiri, ehhhh...pindah kota. Nelangsa bener rasanya waktu itu.
Ketakutan kehilangan kontak dengan sahabat-sahabat dari kota kelahiran, aku berusaha semaksimal mungkin mempertahankan mereka dengan cara menulis surat.
Cara ini berlangsung sampai kuliah; setelah itu sudah ada internet dan socmed yang puji syukur, memungkinkan orang bertukar kabar dengan cara lebih mudah dan cepat.

Membaca sedikit dari surat-surat itu menggagalkan niat beberes tadi. Aku asyik membaca dan mengenang apa yang terjadi dahulu. Sepanjang membaca, tak henti-hentinya takjub betapa banyak yang aku udah lupa. Bahkan ada beberapa orang (laki semua sih emang) yang banyak dibahas dan bahkan surat-suratan denganku, tapiii, get this, gak kuingat. Sama sekali. Hahaha...Jadi buat para wanita muda di luar sana, kemungkinan besar lelaki-lelaki yang sekarang berarti segalanya itu, beberapa tahun kemudian bukan hanya tidak berarti. Kemungkinan inget namanya juga nggak. Jadi, bertahanlah...sampai menemukan yang terbaik ;)

Lalu dari sekian banyak teman yang bersurat-suratan denganku, hanya ada beberapa yang sama getol dan bawel sewaktu menulis surat. Kemungkinan karena temen-temenku yang lain rata-rata aktif banget di berbagai macem kegiatan (hai nDra!) jadi waktu mereka untuk menulis surat tidak se-lowong aku. Faktor bawel juga menentukan. Offline dan online, aku asli cerewet. Selain itu, menulis surat bukan suatu kegiatan yang mudah. Menulisnya sendiri butuh niat dan waktu. Setelah selesai, harus memberi perangko dan mengirimkan lewat kantor pos. Kantor pos, tidak seperti mal jaman sekarang, bukanlah tempat yang di setiap pojokan ada. Jadi, memang niat bener dulu itu aku surat-suratan dengan lebih dari 10 orang. Syukurlah (?) yang frekuensi membalasnya tinggi tidak semua, hahaha. Bangkrut juga mahasiswa beli 10 perangko tiap minggu.

Surat-surat itu juga membuatku terkenang-kenang betapa dahulu yang namanya komunikasi itu mahal dan kudu niat. Nulis tangan itu jauh lebih lama ketimbang mengetik. Tulisan yang 'tercipta' juga tidak selalu terbaca oleh penerima, hahaha. Tulisan tanganku adalah alasan aku suka komputer. Jelek bingits. Tapi dulu hal itu tidak menghentikanku menulis berlembar-lembar surat. Sampai sekarang, menulis di atas kertas lebih memuaskan ketimbang mengetik buku harian dalam komputer. Ada kepuasan yang gak bisa didapat dengan sekedar mengetik. Mungkin itu mengapa orang dulu selalu bilang kalau generasi setelah mereka lebih enak karena mereka melihat kalau generasi setelahnya memiliki banyak kemudahan, yang dahulu, terbayang saja tidak.

Dulu, untuk mengetahui wajah teman yang lama tidak berjumpa, membutuhkan proses yang tidak mudah. Aku harus minta foto mereka. Mereka lalu harus mencuci negatif film agar bisa dicetak. Lalu barulah foto itu dikirim lewat pos. Itu pun tidak bisa terlalu banyak karena mencuci foto itu lumayan harganya. Itu kalau kita berteman dan keep in touch. Kalau gebetan lama yang notabene tau kita hidup aja kagak? Ya gak mungkin kan, hahahaha. Sekali lagi, syukur sekarang ada internet. Komunikasi sangat mudah. Stalking juga =P
Orang nyaris setiap hari posting atau memajang foto terbaru mereka. Entah di socmed atau dibuat menjadi gambar profil. Beberapa mungkin malah 'terlalu rajin' sampai dibilang over-sharing.
Beda dengan socmed yang semudah mengetik nama untuk menemukan orang yang kita cari, menjaga tali silaturahmi (tjie bahasanyaa) jaman dulu juga 'berseni'. Kita harus menanyakan alamat mereka. Jika bertahun berlalu, ada kemungkinan alamat itu tidak berlaku lagi karena mereka pindah. Telpon rumah juga tidak semua orang punya. Sekarang, satu orang minimal memiliki satu henpon. Satu orang memiliki minimal satu akun di socmed. Keajaiban teknologi yang tidak hentinya kusyukuri karena memungkinkan bertemu teman yang karena satu dan lain hal sempat terputus komunikasinya.

Membaca surat-surat itu mengingatkanku kalau dulu jaman SMP sampai kuliah, aku mengalami yang namanya bingung dan lebay. Malu bacanya...ketololan-ketololan yang dilakukan, pikiran-pikiran polos yang bloon banget kalau diliat sekarang, atau segala kelakuan yang sewaktu diliat sekarang, apa sih yang kupikirin waktu itu?? *celupin muka ke danau

Pastinya sih, surat-surat ini akan jadi bahan obrolan yang seru dengan mereka. Hanya nampaknya aku ingin mulai lagi menyurati mereka. Lewat email, karena pos sekarang biarlah hanya untuk mengirim barang saja. Jarang kayaknya bertukar kabar lewat email. Terbiasa serba cepat, bercerita biasanya hanya dilakukan lewat chatting. Pengen nulis email ah. Lebih fokus dan berlatih nulis lagi.

Endorse di Blog

Sejak kenal namanya internet dan tahu yang namanya blog, aku seneng bener ngintipin blogger dengan tulisan-tulisan mereka yang bagus. Kocak, pinter, menarik..
Akhir-akhir ini, beberapa blogger kesayangan sejak bertahun-tahun mulai jarang aku intip.
Bukan karena tulisannya jelek.
Bukan sama sekali.
Tulisan mereka tetap bagus.
Hanya aja sekarang mereka banyak posting endorsement buat produk.
Gak salah kok, gak salah sama sekali. Aku salut mereka dipakai merk terkenal untuk endorse di blog pribadi mereka.

Tapi...jadinya akyu malaysia cekbebicek blog mereka.

Pada dasarnya endorse (cmiiw) bertujuan agar yang baca jadi tertarik dengan produk tersebut. Menjual lah tujuannya.
Nah, aku nyaris selalu mindahin saluran tv sewaktu iklan. Lalu, kalo youtube nayangin iklan di awal viklip (dimana si iklan kudu ditonton seluruhnya sampe abis-bencik!), aku selalu matiin suaranya dan baca-baca web lain sampai itu iklan habis.
Menyadari  akhir-akhir ini beberapa blogger jarang posting selain endorsement, aku juga jadi kehilangan minat cek blog-blog tersebut. Sama dengan baca iklan kan.

Rindu sebenernya ama tulisan-tulisan mereka.
Kadang suka ceklak ceklik kesana.
Tapi jaraaa...nggg banget. Ini biasanya blog yang isi endorsementnya jauh melampaui yang non-endorse. Hak mereka kaleee, some of you might said.
Ember.
Makanya aku demen bener kalo blogger terkenal tetap produktif nulis non-endorsement.
Omong-omong, kalau blog isi endorsement doank...lama-lama blognya sepi juga mungkin ya?